Count visitor

Sabtu, 14 April 2012

DIARY CANDY

Sabtu sore yang tenang. Candy keluar kamar dengan wajah ceria. Dia baru aja mandi dan udah wangi sekarang. Tiba-tiba Winy lewat depan kamar Candy dan langsung mengajak Candy untuk belajar besama. Maklum, lagi musim ujian jadi pada rajin begini.
Candy dan winy sedang sibuk membaca bahan bacaan untuk ujian senin besok di teras depan lantai 2 kosan mereka saat Tira datang.
“Kak Candy, ini snack pesanan kakak tadi,” kata Tira.
“Terima kasih dek. Taruh saja di atas meja.”
Tira meletakkan kantung plastik berwarna hijau berisi makanan ringan ke atas meja. Lalu hendak berlalu pergi.
“Duitnya ntar malam ya kakak ganti” kata Candy.
“Ya sudah, nggak apa-apa kak,” komentar Tira.
Tiba-tiba perhatian Tira tertuju pada sebuah buku di meja. Buku tersebut berwarna putih bergaris vertical dengan  motif kepala boneka mickey mouse. “Kak, ini buku apaan sih?” tanya Tira sambil mengambil buku itu.
Diary
Ekspresi wajah Candy langsung berubah dan memerah. Belum sempat Tira membuka buku itu. Candy segera merebut buku itu dari tangan Tira. “Hei, jangan!” serunya.
Winy kaget. Tapi begitu melihat buku itu, Winy langsung tau kalau itu ‘Diary’, dia jadi maklum.
“Dek, buku itu namanya ‘Diary’!” Winy memberitahu Tira.
“Wah maaf kak, Tira nggak sengaja. Tira tertarik sama buku itu karena ada gambar bonekanya. Tira kira itu buku koleksi gambar boneka.”
Candy menatap Winy dengan polos. “Sebenarnya saya bukan marah soal itu kok. Saya kira Tira bermaksud mengambil uang sepuluh ribu rupiah yang saya sembunyikan di dalam diary ini,” ujar Candy sambil membuka diary dan menunjukkan selembar uang sepuluh ribu yang terselip disana.
Baik Tira maupun Winy memandang Candy dengan heran.
***
Seusai belajar, Winy kembali ke dalam kamarnya di lantai 1. Sesampai di dalam kamar, Winy teringat Dora, boneka jelek miliknya itu yang copot telinganya.
Winy keluar kamar dan menuju kamar sebelah, kamarnya Tira dengan pintu yang terbuka separuh. “Hei dek, punya jarum jahit nggak?.”
“Tira nggak punya kak, tapi sepertinya kak Candy punya.”
“Oh ya?” tanya Winy nggak yakin.
“Iya. Kemarin siang Tira liat Kak Candy ngebetulin bajunya yang sobek pakai jarum jahit.”
“Oke deh, kakak akan temui Candy. Makasih atas infonya dek.”
“Sama-sama kak.”
Winy pun menaiki tangga menuju lantai 2. Winy berjalan menuju kamar Candy dan mulai mengetuk pintunya.
Tok-tok-tok! “Candy, kamu di dalem?”
Tak ada jawaban, Winy kembali mengetuk.
“Haloooo…. Cand, Winy nih!”
Tak ada jawaban lagi. Winy berinisiatif menyentuh gagang pintu yang ternyata tidak terkunci lalu membukanya. Winy pun masuk ke dalam kamar Candy.
“Dimana sih Candy?” gumam Winy dalam hati. Dia jadi bingung. “Kalau gitu, Wini coba cari sendiri dulu aja jarum jahitnya.”
Winy bergerak menuju meja belajar Candy dan mulai mencari. Sejenak kemudian perhatiannya tertuju pada diary yang terletak di atas meja belajar.
“Lha, ini kan diary punya Candy.” Sejenak Winy diam berpikir “Emm…boleh nggak ya aku baca? sedikit aja kan nggak papa.”
Winy selalu melihat kea rahpintu dengan khawatir mengambil diary berwarna putih bergaris vertical itu dan mulai membuka secara sembarang.
“Aku tidak tau apa aku masih bisa bertahan dan lanjutin kuliah…” Winy mulai membaca. “Loh, kok  bisa, ada apa ini?,” gumamnya terkejut. Winy melanjutkan membaca “Uang SPP terlalu besar. Bahkan uang kost 2 bulan terakhir belum kubayar. Sepertinya aku tidak sanggup membebani orang tua dengan biaya yang besar seperti ini. Mungkin sebaiknya aku mencari kerja untuk biaya hidup.”
“Winy?” seru seseorang yang tiba-tiba  masuk kamar.
Winy terkejut dan meletakkan diary itu dengan segera di atas meja. Winy pura-pura tidak terjadi apa-apa. “Eh, Cand. Dari mana aja sih? Pintu kamar nggak terkunci, jadi winy langsung masuk aja.”
“Aku baru saja dari kamar mandi. Kamu ada perlu apa dengan aku, Win?” ujar Candy.
Karena sedang panik, Winy malah menjawab, “Mau minjem duit.”
“Apa?” tanya Candy terkejut.
“Eh salah, maksudku mau minjem jarum jahit buat ngebetulin telinga Dora yang copot ini.” Winy menunjukkan bonekanya.
“Oh, saya kira ada apa? Sebentar ya, saya ambilkan,” ujar Candy sambil tersenyum. Winy menarik nafas lega. Rupanya perbuatannya barusan nggak ketahuan.
***
     Hari beranjak malam. Cika  mahasiswi kedokteran sudah pulang. Kali ini Cika ingin mengunjungi penghuni kamar sebelahnya, Winy. Kebetulan pintu kamar Winy terbuka. Jadi Cika langsung masuk.
     “Winy!” sapa Cika.
     Yang dipanggil diam saja. Rupanya Winy sedang melamun. Cika lantas beranjak ke kasur, duduk di samping Winy. Cika melambai-lambaikan tangannya di hadapan Winy,  tapi gadis itu tak bereaksi juga. Cika lalu menjentikkan jarinya, baru Winy tersadar.
     “Eh, ada kamu Cika, ada apa ka?” ucap Winy gugup.
     Cika tersenyum lembut. “Kamu kenapa, kok melamun begitu? Ada masalah ya, habis diputus pacar?” bukannya menjawab Cika malah bertanya balik.
     Winy menggeleng.
     “Lantas kenapa?” tanya Cika seraya menggeser posisi duduk lebih mendekati Winy.
     Winy termenung sejenak. “Hmm…kamu janji nggak bakalan ngomong sama siapa-siapa kan?”.
     “Oke deh, aku janji,” ucap Cika meyakinkan.
     Winy menarik nafas dalam. “Begini, Wini membaca diari-nya Candy.”
     “Hah…!!” Cika terkejut, dia sampai menutup mulutnya. “Tega sekali kamu Win, membaca tulisan pribadi orang. Emang isinya apa, ada yang menarik nggak?” tanyanya sambil nyengir.
     “Yee.. kamu Cika. Aku serius nih!.”
     “Iya..iya.. tapi apa hubungannya kesedihanmu sama ngebaca diary-nya Candy?”
     “Itu yang baru aku mau omongin. Di diary-nya Candy itu tertulis kalau Winy  udah tidak kuat lagi bayar SPP dan berencana mau berhenti kuliah.”
     “Hah..ya ampun!” sekali lagi Cika terkejut. “Masalah gawat tuh, kita mesti bantu dia!” ujar Cika.
     “Caranya gimana?” tanya Winy.
     Cika terdiam. Winy pun diam. Keduanya diam-diam selama beberapa waktu.
     “Ehemm..kita kumpulin sumbangan dari teman-teman kosan aja, tapi diam-diam agar nggak ketahuan Candy.” Akhirnya Cika yang bersuara kasih ide duluan.
     “Bagus juga tuh ide kamu!. Kita mulai bergerak malam ini aja karena malam besok kita sibuk belajar buat ujian hari senin” komentar Winy.
***
     Sore-sore hari minggu, saat Cika baru pulang belajar dari tempat temannya, Winy ngajakin Cika bicara soal gimana cara ngasih sumbangan yang sudah terkumpul itu.
                 “Yang penting jangan sampai Candy tersinggung dengan uang sumbangan kita.”  Ujar Cika sambil ngasih amplop putih yang dikeluarkan dari sakunya kepada Winy dengan ekspresi wajah memelas.  Wini menerima amplop dari Cika dengan pasrah.
     Winy dan Cika mulai bergerak menaiki tangga menuju kamar Candy. Wini mengetuk kamar Candy sebelum masuk. Wini dan Cika kelihatan gugup.
     “Hai!” sapa Wini dan Cika.
     Candy menoleh. “Hai juga.. masuk sini! Ada apa kok kalian berdua seperti terlihat bingung?”
     “Mm.. sebenarnya gini, Candy. Ada yang mau aku omongin sama kamu.” Jawab Winy.
     “Ingin membicarakan apa sih?” tanya Candy.
     “Kita ini kan tinggal serumah. Jadi, jangan anggap kita ini orang lain, Cand.”
     “Maksudmu?” Candy nggak ngerti arah pembicaraannya,
     “ya, kalau kamu sedang ada masalah. Entah itu masalah keluarga atau masalah kuliah kamu nggak usah sungkan-sungkan cerita sama kita. Kalau kita mampu, kita pasti mau bantu kok.”
     Candy tersenyum. “Meskipun baru beberapa bulan disini, aku sudah anggap teman-teman disini sebagai saudara. Jadi, kalau ada masalah pasti aku terbuka.”
     Wini tersenyum lega. “Syukurlah! Oh ya, ini ada titipan dari teman-teman kosan,” ujar Winy sambil mengulurkan amplop warna putih.
     “Apa ini?” Candy bingung.
     “Udah terima aja, ini sedikit sumbangan dari kita semua.” Jawab  Cika.
     “Sumbangan? Meski bingung Candy membuka amplop yang ternyata berisi 3 lembar seratus ribuan itu. Uang sebanyak ini untuk apa? Maksud kamu apa  sih? Aku sama sekali tidak mengerti.”
     Winy terdiam. Meski berat, saatnya untuk berterus terang, gumam Winy dalam hati. “Begini Cand, kemarin aku nggak sengaja baca buku diary kamu. Di situ tertulis kalau kamu lagi ada masalah keuangan karena nggak bisa bayar SPP dan berencana berhenti kuliah kan?”
     Candy sejenak berpikir. “Maksud kamu tulisan yang ada di buku diary warna putih bergaris vertical itu? Diary yang ada di atas meja belajar aku?”
     “Iya.”
     Tiba-tiba Candy tertawa. “Mmm.... Diary yang kamu baca itu bukan diary milik aku, tetapi diary property untuk drama acara kesenian di kampus. Kebetulan aku mendapatkan peran seorang anak dari keluarga miskin yang kedua orang tuanya tidak mampu bekerja lagi. Dia sedang bingung karena takut nggak bisa lanjutin kuliah.”
     “Yaah…. Jadi semua ini salah paham dong?” ucap Winy geregetan seraya kedua tangannya dikepalkan.
     “Iya, gara-gara kamu yang sembrono tuh!!” komentar Cika.
     “Maaf-maaf deh… Winy kan nggak sengaja!” lanjut Winy seraya menutup muka dengan kedua tangannya karena malu.
     Dengan muka memerah Winy segera berlalu ke kamarnya dan di ikuti oleh Cika. Candy tersenyum senang karena teman-teman kosan-nya perhatian. Dia terus memandangi kepergian Wini dan Cika sambil menciumi sweater birunya.

|Khairat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar