Sabtu sore yang tenang. Candy keluar kamar
dengan wajah ceria. Dia baru aja mandi dan udah wangi sekarang. Tiba-tiba Winy
lewat depan kamar Candy dan langsung mengajak Candy untuk belajar besama.
Maklum, lagi musim ujian jadi pada rajin begini.
Candy dan winy sedang sibuk membaca bahan
bacaan untuk ujian senin besok di teras depan lantai 2 kosan mereka saat Tira
datang.
“Kak Candy, ini snack pesanan kakak tadi,”
kata Tira.
“Terima kasih dek. Taruh saja di atas
meja.”
Tira meletakkan kantung plastik berwarna hijau
berisi makanan ringan ke atas meja. Lalu hendak berlalu pergi.
“Duitnya ntar malam ya kakak ganti” kata Candy.
“Ya sudah, nggak apa-apa kak,” komentar
Tira.
Tiba-tiba perhatian Tira tertuju pada
sebuah buku di meja. Buku tersebut berwarna putih bergaris vertical dengan motif kepala boneka mickey mouse. “Kak, ini
buku apaan sih?” tanya Tira sambil mengambil buku itu.
Diary |
Ekspresi wajah Candy langsung berubah dan
memerah. Belum sempat Tira membuka buku itu. Candy segera merebut buku itu dari
tangan Tira. “Hei, jangan!” serunya.
Winy kaget. Tapi begitu melihat buku itu,
Winy langsung tau kalau itu ‘Diary’, dia jadi maklum.
“Dek, buku itu namanya ‘Diary’!” Winy
memberitahu Tira.
“Wah maaf kak, Tira nggak sengaja. Tira
tertarik sama buku itu karena ada gambar bonekanya. Tira kira itu buku koleksi
gambar boneka.”
Candy menatap Winy dengan polos.
“Sebenarnya saya bukan marah soal itu kok. Saya kira Tira bermaksud mengambil
uang sepuluh ribu rupiah yang saya sembunyikan di dalam diary ini,” ujar Candy
sambil membuka diary dan menunjukkan selembar uang sepuluh ribu yang terselip
disana.
Baik Tira maupun Winy memandang Candy
dengan heran.
***
Seusai belajar, Winy kembali ke dalam
kamarnya di lantai 1. Sesampai di dalam kamar, Winy teringat Dora, boneka jelek
miliknya itu yang copot telinganya.
Winy keluar kamar dan menuju kamar sebelah,
kamarnya Tira dengan pintu yang terbuka separuh. “Hei dek, punya jarum jahit
nggak?.”
“Tira nggak punya kak, tapi sepertinya kak
Candy punya.”
“Oh ya?” tanya Winy nggak yakin.
“Iya. Kemarin siang Tira liat Kak Candy
ngebetulin bajunya yang sobek pakai jarum jahit.”
“Oke deh, kakak akan temui Candy. Makasih
atas infonya dek.”
“Sama-sama kak.”
Winy pun menaiki tangga menuju lantai 2.
Winy berjalan menuju kamar Candy dan mulai mengetuk pintunya.
Tok-tok-tok! “Candy, kamu di dalem?”
Tak ada jawaban, Winy kembali mengetuk.
“Haloooo…. Cand, Winy nih!”
Tak ada jawaban lagi. Winy berinisiatif
menyentuh gagang pintu yang ternyata tidak terkunci lalu membukanya. Winy pun
masuk ke dalam kamar Candy.
“Dimana sih Candy?” gumam Winy dalam hati.
Dia jadi bingung. “Kalau gitu, Wini coba cari sendiri dulu aja jarum jahitnya.”
Winy bergerak menuju meja belajar Candy dan
mulai mencari. Sejenak kemudian perhatiannya tertuju pada diary yang terletak
di atas meja belajar.
“Lha, ini kan diary punya Candy.” Sejenak
Winy diam berpikir “Emm…boleh nggak ya aku baca? sedikit aja kan nggak papa.”
Winy selalu melihat kea rahpintu dengan
khawatir mengambil diary berwarna putih bergaris vertical itu dan mulai membuka
secara sembarang.
“Aku tidak tau apa aku masih bisa bertahan
dan lanjutin kuliah…” Winy mulai membaca. “Loh, kok bisa, ada apa ini?,” gumamnya terkejut. Winy
melanjutkan membaca “Uang SPP terlalu besar. Bahkan uang kost 2 bulan terakhir
belum kubayar. Sepertinya aku tidak sanggup membebani orang tua dengan biaya
yang besar seperti ini. Mungkin sebaiknya aku mencari kerja untuk biaya hidup.”
“Winy?” seru seseorang yang tiba-tiba masuk kamar.
Winy terkejut dan meletakkan diary itu
dengan segera di atas meja. Winy pura-pura tidak terjadi apa-apa. “Eh, Cand.
Dari mana aja sih? Pintu kamar nggak terkunci, jadi winy langsung masuk aja.”
“Aku baru saja dari kamar mandi. Kamu ada
perlu apa dengan aku, Win?” ujar Candy.
Karena sedang panik, Winy malah menjawab,
“Mau minjem duit.”
“Apa?” tanya Candy terkejut.
“Eh salah, maksudku mau minjem jarum jahit
buat ngebetulin telinga Dora yang copot ini.” Winy menunjukkan bonekanya.
“Oh, saya kira ada apa? Sebentar ya, saya
ambilkan,” ujar Candy sambil tersenyum. Winy menarik nafas lega. Rupanya
perbuatannya barusan nggak ketahuan.
***
Hari
beranjak malam. Cika mahasiswi
kedokteran sudah pulang. Kali ini Cika ingin mengunjungi penghuni kamar
sebelahnya, Winy. Kebetulan pintu kamar Winy terbuka. Jadi Cika langsung masuk.
“Winy!”
sapa Cika.
Yang
dipanggil diam saja. Rupanya Winy sedang melamun. Cika lantas beranjak ke
kasur, duduk di samping Winy. Cika melambai-lambaikan tangannya di hadapan
Winy, tapi gadis itu tak bereaksi juga.
Cika lalu menjentikkan jarinya, baru Winy tersadar.
“Eh,
ada kamu Cika, ada apa ka?” ucap Winy gugup.
Cika
tersenyum lembut. “Kamu kenapa, kok melamun begitu? Ada masalah ya, habis
diputus pacar?” bukannya menjawab Cika malah bertanya balik.
Winy
menggeleng.
“Lantas
kenapa?” tanya Cika seraya menggeser posisi duduk lebih mendekati Winy.
Winy
termenung sejenak. “Hmm…kamu janji nggak bakalan ngomong sama siapa-siapa
kan?”.
“Oke
deh, aku janji,” ucap Cika meyakinkan.
Winy
menarik nafas dalam. “Begini, Wini membaca diari-nya Candy.”
“Hah…!!”
Cika terkejut, dia sampai menutup mulutnya. “Tega sekali kamu Win, membaca
tulisan pribadi orang. Emang isinya apa, ada yang menarik nggak?” tanyanya
sambil nyengir.
“Yee..
kamu Cika. Aku serius nih!.”
“Iya..iya..
tapi apa hubungannya kesedihanmu sama ngebaca diary-nya Candy?”
“Itu
yang baru aku mau omongin. Di diary-nya Candy itu tertulis kalau Winy udah tidak kuat lagi bayar SPP dan berencana
mau berhenti kuliah.”
“Hah..ya
ampun!” sekali lagi Cika terkejut. “Masalah gawat tuh, kita mesti bantu dia!”
ujar Cika.
“Caranya
gimana?” tanya Winy.
Cika
terdiam. Winy pun diam. Keduanya diam-diam selama beberapa waktu.
“Ehemm..kita
kumpulin sumbangan dari teman-teman kosan aja, tapi diam-diam agar nggak
ketahuan Candy.” Akhirnya Cika yang bersuara kasih ide duluan.
“Bagus
juga tuh ide kamu!. Kita mulai bergerak malam ini aja karena malam besok kita
sibuk belajar buat ujian hari senin” komentar Winy.
***
Sore-sore
hari minggu, saat Cika baru pulang belajar dari tempat temannya, Winy ngajakin
Cika bicara soal gimana cara ngasih sumbangan yang sudah terkumpul itu.
“Yang penting jangan sampai Candy
tersinggung dengan uang sumbangan kita.”
Ujar Cika sambil ngasih amplop putih yang dikeluarkan dari sakunya
kepada Winy dengan ekspresi wajah memelas.
Wini menerima amplop dari Cika dengan pasrah.
Winy
dan Cika mulai bergerak menaiki tangga menuju kamar Candy. Wini mengetuk kamar
Candy sebelum masuk. Wini dan Cika kelihatan gugup.
“Hai!”
sapa Wini dan Cika.
Candy
menoleh. “Hai juga.. masuk sini! Ada apa kok kalian berdua seperti terlihat
bingung?”
“Mm..
sebenarnya gini, Candy. Ada yang mau aku omongin sama kamu.” Jawab Winy.
“Ingin
membicarakan apa sih?” tanya Candy.
“Kita
ini kan tinggal serumah. Jadi, jangan anggap kita ini orang lain, Cand.”
“Maksudmu?”
Candy nggak ngerti arah pembicaraannya,
“ya,
kalau kamu sedang ada masalah. Entah itu masalah keluarga atau masalah kuliah
kamu nggak usah sungkan-sungkan cerita sama kita. Kalau kita mampu, kita pasti
mau bantu kok.”
Candy
tersenyum. “Meskipun baru beberapa bulan disini, aku sudah anggap teman-teman
disini sebagai saudara. Jadi, kalau ada masalah pasti aku terbuka.”
Wini
tersenyum lega. “Syukurlah! Oh ya, ini ada titipan dari teman-teman kosan,”
ujar Winy sambil mengulurkan amplop warna putih.
“Apa
ini?” Candy bingung.
“Udah
terima aja, ini sedikit sumbangan dari kita semua.” Jawab Cika.
“Sumbangan?
Meski bingung Candy membuka amplop yang ternyata berisi 3 lembar seratus ribuan
itu. Uang sebanyak ini untuk apa? Maksud kamu apa sih? Aku sama sekali tidak mengerti.”
Winy
terdiam. Meski berat, saatnya untuk berterus terang, gumam Winy dalam hati.
“Begini Cand, kemarin aku nggak sengaja baca buku diary kamu. Di situ tertulis
kalau kamu lagi ada masalah keuangan karena nggak bisa bayar SPP dan berencana
berhenti kuliah kan?”
Candy
sejenak berpikir. “Maksud kamu tulisan yang ada di buku diary warna putih
bergaris vertical itu? Diary yang ada di atas meja belajar aku?”
“Iya.”
Tiba-tiba
Candy tertawa. “Mmm.... Diary yang kamu baca itu bukan diary milik aku, tetapi
diary property untuk drama acara kesenian di kampus. Kebetulan aku mendapatkan
peran seorang anak dari keluarga miskin yang kedua orang tuanya tidak mampu bekerja
lagi. Dia sedang bingung karena takut nggak bisa lanjutin kuliah.”
“Yaah….
Jadi semua ini salah paham dong?” ucap Winy geregetan seraya kedua tangannya
dikepalkan.
“Iya,
gara-gara kamu yang sembrono tuh!!” komentar Cika.
“Maaf-maaf
deh… Winy kan nggak sengaja!” lanjut Winy seraya menutup muka dengan kedua
tangannya karena malu.
Dengan
muka memerah Winy segera berlalu ke kamarnya dan di ikuti oleh Cika. Candy
tersenyum senang karena teman-teman kosan-nya perhatian. Dia terus memandangi
kepergian Wini dan Cika sambil menciumi sweater birunya.
|Khairat
|Khairat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar