Count visitor

Sabtu, 14 April 2012

Kasihmu Ibu






Lembut kukenang, kasihmu ibu
Di dalam hati ku kini menanggung rindu
Kau tabur kasih seumur masa
Bergetar syahdu, ooh di dalam nadiku

Lagu itu terus saja berputar-putar dalam kepalaku. Aku jadi ingat hari itu, hari ketika aku meninggalkan ibuku. Sekarang dimanakah dirimu ibu? Dimanaka engkau berada? Apakah kau bahagia dengan kehidupan barumu, setelah aku meninggalkanmu? 

Jujur, sekarang aku sangat merindukan dirinya. Dirinya yang selama sembilan bulan mengandungku, membawa diriku kemanapun dia pergi. Dirinya yang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkanku. Aku begitu merindukannya.
------------------------------------------

“Rere, Rereee, dimanakan dirimu nak? Ini mama bawa boneka yang kamu inginkan. Mama bakal penuhi semua keinginan Rere... Rere, dimana kamu sayang?” wanita paruh baya itu terus saja memekikkan suaranya. Berjalan tak tentu arah dan terus berjalan. Geraian rambut hitamnya yang kusam, sengaja ia kibas-kibaskan. Wajahnya berlumur entah apa, mungkin lumpur atau tanah. Bajunya yang lusuh seolah setia melekat di tubuhnya. Sinar mentari membuat bayangannya terlihat lebih tua dari pada usianya.

Berpuluh kilo telah ia tempuh, untuk mencari jejak yang tertinggal. Sebuah boneka beruang berada dalam pelukannya. Boneka itu telah lusuh, warnanya pun telah pudar. Tapi pelukannya sangat erat pada boneka tersebut, seolah-olah dia tidak mau melepaskannya.

Sekelompok anak kecil tiba-tiba muncul dari seberang jalan dan melemparinya dengan kerikil-kerikil tajam. Ia tak membalas. Ia hanya meringkuk sembari memeluk erat boneka beruangnya. Tak cukup rupanya, anak-anak itu malah meneriakinya. “Orang gilaaa..Orang gilaaa..Orang gilaaa..”. Dia melihat kearah mereka dan melihat seorang anak perempuan barkepang dua.

“Anakku Rere, kemari nak...” Katanya seraya berdiri dan mulai melangkah kearah anak tersebut. Melihat dia berjalan kearah mereka, anak-anak itu lari dan meninggalkannya.

“Tunggu nak. Ini mama, jangan tinggalkan mama lagi...” Teriaknya. Dia berlari kearah anak-anak tersebut. Namun sayang sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melintas dan menghentikan langkahnya.
-----------------------------------
Aku terdiam membisu memandang hujan yang  turun dengan derasnya. Memaksa sang mentari untuk meringkuk dalam jubah kelabunya. Deraian air mata ini rasanya juga terus menderai seiring rintik itu menyentuh bumi, membasahi hati yang luka. Perih. Perlahan kupejamkan mataku, tapi air mata ini tak kunjung jua berhenti. Kenangan-kenangan bisu itu tetap saja berputar dalam memori yang kelu. Film-film tanpa suara itu terus saja berputar bak bianglala yang tak terhentikan. Ingin kukutuk diri ini.

Lembut kukenang, kasihmu ibu
Di dalam hati ku kini menanggung rindu
Kau tabur kasih seumur masa
Bergetar syahdu, ooh di dalam nadiku

9 bulan ku dalam rahimmu
Bersusah payah, oh ibu jaga diriku
Sakit dan lelah tak kau hiraukan
Demi diriku, oh ibu buah hatimu

Tiada ku mampu, membalas jasamu
Hanyalah do'a oh di setiap waktu
Oh ibu tak henti kuharapkan do'amu
Mengalir di setiap nafasku

Ibuuuuuuuuuuuuuu...........

Lembut kukenang, kasihmu ibu
Di dalam hati ku kini menanggung rindu
Engkau tabur kasih seumur masa
Bergetar syahdu oh di dalam nadiku

Indah bercanda denganmu ibu
Di dalam hati ku kini slalu merindu
Sakit dan lelah tak kau hiraukan
demi diriku, oh ibu buah hatimu

Tiada ku mampu, membalas jasamu
Hanyalah doa oh di setiap waktu
Oh ibu tak henti kuharapkan doamu
Mengalir di setiap nafasku
Ibuuuuuuuuuu........
(Ost. Hapalan shalat Delisa)

Oleh Mutiara Afriza
Fakultas Hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar