oleh NITRI ASRIANI
Hallyu atau Korean
Wave ("Gelombang Korea") adalah istilah yang diberikan untuk
tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara di dunia. Umumnya
Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa
Korea dan Kebudayaan
Korea.
Korean
Wave di Indonesia dipicu oleh tingginya minat masyarakat terhadap Drama Korea
dan K-Pop, singkatan dari Korean Pop. Drama
Korea merupakan
penyebab dari mulainya Hallyu di berbagai negara. Masyarakat,
terutama remaja menggemari drama korea karena alur ceritanya yang kuat dan genre
yang bervariasi sehingga menarik perhatian banyak penonton. Saat ini saja,
beberapa TV swasta Indonesia menayangkan sinetron yang alur ceritanya sesuai
dengan beberapa drama terkenal korea. Tingginya minat akan drama korea, juga
didukung oleh TV lokal yang setiap harinya menayangkan drama korea. Dalam satu
hari saja, hampir 3 drama korea diputar oleh stasiun TV swasta tersebut.
Para sineas
drama di Korea mulai menyadari daya jual drama Korea yang sangat tinggi di
negara luar sehingga produksi serial mereka menjadi komoditas ekspor. Demam
Korea tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga di negara Asia lainnya
seperti Singapura, Malaysia, China, bahkan hingga Taiwan dan Jepang. Hal ini
terjadi karena pemerintah mereka juga sangat mendukung kegiatan promosi tentang
Korea. Demam Korea sebenarnya sudah mulai masuk sekitar 7 tahun lalu, tetapi
baru menjadi booming setelah didukung penuh pemerintahnya tiga tahun
lalu. Pemerintah Korea Selatan melakukan promosi gila-gilaan di semua negara
Asia.
K-pop, kepanjangannya Korean Pop yaitu "Musik Pop
Korea", yang sudah menembus batas dalam negeri dan populer di mancanegara.
Kegandrungan akan musik K-Pop merupakan bagian yang tak terpisahkan daripada Demam Korea
(Korean Wave) di berbagai negara. Demam K-Pop juga terasa begitu besar di
Indonesia. Dapat dilihat dari bermunculannya boyband dan girlband Indonesia
yang bergaya ala Korea.
Munculnya
boyband dan girlband Indonesia yang beruntun seolah-olah hanya memanfaatkan
demam korea yang melanda Indonesia. Kebanyakan boyband dan girlband tersebut
muncul tanpa memiliki kualitas yang cukup untuk menjadi seorang penyanyi,
apalagi dengan dance yang melengkapi penampilan mereka, membuat mereka tak
mampu bernyanyi dengan baik, sehingga pilihan akhir hanya ‘Lip Sing’.
Kesuksesan
K-Pop didunia internasional tentunya tak lepas akan kerja keras yang mereka
jalani untuk persiapan menjadi seorang bintang. Di Korea, untuk menjadi seorang
penyanyi, seseorang harus dilatih minimal 3 tahun, baik itu dibidang menyanyi
ataupun menari. Walaupun tujuan awalnya adalah untuk menjadi seorang penyanyi,
mereka juga diberi pelatihan dalam bidang akting dan MC. Para Trainee, disebut
untuk seseorang yang sedang menjalani persiapan untuk menjadi bintang, juga
bisa menjalani masa pelatihan sampai 7 tahun, hingga mereka siap untuk menjadi
seorang bintang. Itulah yang seharusnya dicontoh oleh Indonesia. Untuk
menciptakan sebuah kesuksesan besar, tentunya juga harus berkorban dengan cukup
besar.
Demam
korea juga mempengaruhi berkembangnya bahasa dan kebudayaan korea. Demam serial
drama dan film Korea ternyata memicu
tumbuhnya tempat kursus dan sekolah yang menawarkan program bahasa Korea.
Sebelumnya, bahasa Korea bukanlah pilihan bahasa asing populer. Bahkan, tidak
banyak universitas yang menyediakan jurusan bahasa dan sastra Korea. Setelah
popularitas Korea didongkrak oleh film, serial drama serta K-Pop, beberapa
universitas membuka program bahasa dan sastra Korea. Seperti UI yang membuka
program sarjana bahasa dan sastra Korea pada tahun 2006. Demikian juga
Universitas Gadjah Mada yang memulai program serupa tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar