Landa Air Derita
Landa, gadis mungil yang ditinggalkan Ayahnya
karena air itu. Sewaktu Landa masih berumur 8 tahun, Ayahnya hanyut dibawa arus
sungai padahal keluarganya adalah keluarga yang bahagia, hidup dengan serba
mewah kasih sayang yang melimpah apalagi Landa adalah anak tertua yang sangat
dimanja oleh Ayahnya. Landa mempunyai dua orang adik, yang bernama Vanka dan
Rana.
Landa
adalah gadis yang beruntung, hidup layak dan penuh kasih sayang tetapi semenjak
Ayahnya meninggal kehidupanya menjadi berubah. Kemanjaan yang selalu ada ditiap
waktu bagai mawar dipancarkan sinar matahari yang membuat dia mekar dan berseri
tetapi sekarang tidak, Landa harus bisa hidup baru walaupun jauh berbeda. Lain
lagi dengan Vanka, raut wajah yang manis membuat orang terteguk akan belas
kasihan untuknya, rambut keritingnya menambah ayu wajah kecilnya. Sedangkan
Rana, anak kecil yang baru berumur 2 tahun, belum mengerti akan sosok Ayahnya
yang sudah pergi untuk selama-lamanya, tidak seperti Vanka dan Landa yang
sangat trauma dengan kehilangan mahkota hati untuk kebahagiaannya.
Sore
itu hujan selalu mengguyur desa dijalan lintas itu. Hujan seakan selalu
menitikkan air mata seperti keluarga Landa. Bahkan beberapa kali Ibunda Landa
jatuh pingsan. Landa mendengar bahwa Ayahnya lenyap dibawa arus air sungai
karena telah menolong orang lain tetapi belum tentu apakah bisa selamat atau
akan lenyap. Ibunda Landa tergolek lemah ditengah kerumunan keluarga dan
tetangga yang ikut berduka cita atas musibah itu. Sekarang penantian, penantian
bagi Ibunda Landa menunggu sosok laki-laki
yang sangat dia cintai dengan harapan pangerannya akan datang menghirup udara
maha pencipta ini ataukah sosok laki-laki yang selama ini menjadi raja
dihatinya akan tergolek ditengah kerumunan orang dan kaku.
Landa menangis mengharapkan Ayahnya
akan kembali bersamanya, tertawa, bercanda bahkan menunggu sosok orang yang
membuat keluarganya berwarna. Vanka, terdiam, menangis tidak tahu apa yang harus
ia lakukan yang dia inginkan Ayahnya selamat. Tetapi lain lagi dengan Rana,
yang masih kecil yang senang melihat orang ramai tetapi belum tahu apa yang membuat
orang-orang mendatangi rumahnya, terkadang perasaan galau ibunya juga terbawa olehnya sehingga
rengekan muncul dari mulutnya seakan menciptakan kesedihan yang tidak bisa
diungkapkannya.
Sewaktu
hujan deras mengguyur desa dijalan lintas tersebut air sungai mengalir dengan
deras dan keruh. Sore itu ayah Landa kembali dari kebunya dan hendak pulang ke rumah
ingin bertemu cintanya, kasih sayangnya, belahan jiwanya serta kebahagiaanya di
rumah tetapi allah berkata lain, sore itu tubuh yang menjadi kepala keluarga
tersebut hanyut terseret air. Air, anugrah bagi kita semua tetapi kali ini
tidak bagi Landa. Air menjadi perenggut cinta kasih mereka, air menjadi penghalang
kebahagiaan yang telah didapatkannya. Air menjadi momok yang menakutkan dalam
hidupnya. Airpun yang telah memuntahkan air matanya, air mata kedua adiknya,
air mata ibundanya serta air mata seluruh keluarganya, para tetangganya dan
semua orang yang mendatangi rumahnya.
Sekarang
resmilah Landa beserta kedua adiknya menjadi anak piatu, Ibunya menjadi janda.
Landa berusaha keras menjalani hidupnya hingga sekarang dia masuk SMP. Landa
tinggal ditempat keluarga Ibundanya, hidup dengan disiplin yang keras dan harus
bersikap mandiri membuat bimbang Landa, anak yang dulunya manja yang baru
beranjak dewasa sekarang harus mandiri dan harus tegar dalam menghadapi cobaan
hidupnya, sungguh malang nasib Landa yang hanya bisa diteguknya walaupun
terkadang air mata juga menghampiri pipi mulusnya.
Landa
adalah harapan bagi ibundanya, harapan juga bagi kedua adik-adiknya. Sewaktu almarhum ayah Landa
masih hidup, Landa bercita-cita ingin menjadi Polwan. Polwan, seorang perempuan
tegar dan kuat serta tabah dan tangguh. Itulah sosok yang diimpikan Landa
beserta almarhum ayahnya. Sekarang, sosok Polwan itu tidak lagi ada pada Landa.
Landa sekarang telah layu, anak yang dulunya cerdas sekarang nilanya hanya
rata-rata. Kebahagiaan yang telah pergi membuat semangat dan cita-cita Landa
luntur dengan sendirinya, sungguh malang nasib Landa.
Lain
lagi dengan Vanka, kelembutan dan ketabahan yang ada pada dirinya membuat orang
lain selalu menangis melihat dirinya. Wajahnya yang ayu dan kulit hitam manis
menjadi alunan cinta bagi semua orang, termasuk Bundanya, adik dari ibundanya.
Sedangkan Rana, adik bungsu Landa selalu membuat orang tertawa akan
kepintaranya. Anak kecil yang putih, gemuk serta pintar berbicara membuat kasih
sayang orang terurai untuknya sehingga dengan mudah orang lain memberikan uang
kepada dia sebagai wujud kasih sayang dan menyayangi anak yatim sebagai pesan
dari allah swt.
Sekarang
Landa telah lemah, dia menungggu nasib apakah keberuntungan atau penderitaan
dihidup Landa. Begitu juga Ibunda Landa yang hanyut akan kesedihannya. Landa
sangat terluka atas air yang mengalir di sungai itu, hari-harinya menjadi layu,
kepolosannya membuat air matanya terkadang menetes dengan sendirinya. Air
membuat Landa terluka, apakah Landa bersalah sehingga air merenggut nyawa
ayahnya yang meninggalkannya diatas perut bumi ini yang membuat Landa terluka
dan pincang dalam hari-harinya.
Kelayuan
telah menghampirinya, air mata juga telah menjadi teman pipinya, senyumnya
menjadi hitam, bahagianya telah lari, belahan jiwanya telah pergi sekarang
hidupnya menjadi ranting, tanpa akar untuk melahirkan daun.
By: Silvia Ningsih
Fakultas Ilmu Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar