Entah sejak
kapan dilema itu menggerogoti nasib gadis malang itu. Aku juga tidak tahu
pasti, yang jelas sepengetahuanku sejak ia di opname ia sering kelihatan
seperti orang bingung. Banyak hal yang harus ia perhatikan seperti pola makan,
olahraga yang teratur, makanan yang tidak boleh dimakan, dll. Tapi ia sering
lupa bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Jadinya ia sering
bolak-balik berobat alias dirawat jalan. Otomatis sering mengkonsumsi obat
lagi. Aku sudah menduga bahwa dilema itu muncul karena ia sering minum obat. Ia
pun jadi kesulitan mengingat dan cenderung merasa minder dibanding
teman-temannya. Tapi kurasa itu tak jadi masalah baginya, hari-hari ia jalani
seperti biasa. Karena ia selalu bersikap biasa, orang-orang pun menganggap ia
baik-baik saja. Tapi sebenarnya, di luar sikapnya yang ceria,kikuk dan aneh itu
banyak hal yang ia pendam sendiri. Ia lebih memilih diam dan memunculkan sikap
yang membuat orang merasa senang kepadanya. Itu karena apa? karena dilema itu
tadi.
Pernah suatu
ketika ia bercerita padaku. Ia lupa memberitahu teman bahwa ia sedang sakit,
hari itu giliran piket kelasnya. Ia yang menderita astma bronchitis sangat rentan fisik maupun mental. Saat merasa
tertekan pasti sakit itu kambuh.
“Lia, aku
sama Debby ada perlu pulang cepat jadi kamu aja yang piket ya?”
“Ada perlu
apa kamu Ser?”
“Ya ada perlu
lah pokoknya”
“Emang
perlunya apa, kok harus pulang cepat?”
"Gag
perlu juga kan aku beri tahu kamu apa urusanku! kamu mau gag piket? cuma sekali
ini aja kok, lagian waktu kamu sakit kemaren kan kamu gag piket"
Merasa
terpojok, ia pun setuju piket sendirian. Ia paksakan diri walau sedang dalam
kondisi tidak fit. Ia tetap bersihkan kelas itu, meski pelan yang penting
selesai. Jadinya ia pulang kesorean. Sesampai di rumah ia merasa lelah sekali,
tidak bisa melakukan tugas rumah dan sakitnya mulai kambuh lagi. Kelurganya
yang super sibuk membuat ia memilih tidak menceritakan kejadian yang ia alami.
Baru setelah waktunya bertugas, barulah ia bilang sedang sakit. Hal itu menurut
kakaknya tidak masuk akal karena tidak mungkin sakitnya itu kambuh tiba-tiba.
Karena itulah ia sering dibilang suka cari-cari alasan. Ia lebih senang berada
jauh dari rumah, karena setiap ia pulang selalu saja ada masalah yang sepele yang
kurang masuk akal menjadi masalah besar dan serius. Ketika berada di luar ia
begitu saja melupakan masalah yang akan dihadapi ketika berada di rumah lagi.
“Namun kadang
aku merasa senang jadi pelupa begini. Bisa melupakan hal yang bikin sakit hati
dengan mudah dan mempermudah maaf bagi siapapun. Aku senang bisa melupakan itu.
Melupakan seseorang yang telah lama bersarang di relung hati ini dan itu tak
mudah bagi orang sensitive sepertiku.”
Begitu
ia berucap ketika ia sadar bahwa penyakit lupanya merupakan sebuah dilema yang
membuat hidupnya berwarna. Semua itu ku ketahui karena ia sering curhat padaku,
ya Diary pink yang selalu menjadi curahan hatinya. Tapi untuk soal tambatan
hati, aku angkat tangan. Ia lebih memilih lupa kepada siapa hatinya tertaut dan
hanya Tuhan yang tahu isi hati seorang pelupa.
“I
have forget all. I can’t remember when you make me happy and make me hurt”
~THE END~
|Amelia Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar