Count visitor

Minggu, 15 April 2012

"Dilema Itu Bernama Lupa"



Entah sejak kapan dilema itu menggerogoti nasib gadis malang itu. Aku juga tidak tahu pasti, yang jelas sepengetahuanku sejak ia di opname ia sering kelihatan seperti orang bingung. Banyak hal yang harus ia perhatikan seperti pola makan, olahraga yang teratur, makanan yang tidak boleh dimakan, dll. Tapi ia sering lupa bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Jadinya ia sering bolak-balik berobat alias dirawat jalan. Otomatis sering mengkonsumsi obat lagi. Aku sudah menduga bahwa dilema itu muncul karena ia sering minum obat. Ia pun jadi kesulitan mengingat dan cenderung merasa minder dibanding teman-temannya. Tapi kurasa itu tak jadi masalah baginya, hari-hari ia jalani seperti biasa. Karena ia selalu bersikap biasa, orang-orang pun menganggap ia baik-baik saja. Tapi sebenarnya, di luar sikapnya yang ceria,kikuk dan aneh itu banyak hal yang ia pendam sendiri. Ia lebih memilih diam dan memunculkan sikap yang membuat orang merasa senang kepadanya. Itu karena apa? karena dilema itu tadi.
Pernah suatu ketika ia bercerita padaku. Ia lupa memberitahu teman bahwa ia sedang sakit, hari itu giliran piket kelasnya. Ia yang menderita astma bronchitis sangat rentan fisik maupun mental. Saat merasa tertekan pasti sakit itu kambuh.
“Lia, aku sama Debby ada perlu pulang cepat jadi kamu aja yang piket ya?”
“Ada perlu apa kamu Ser?”
“Ya ada perlu lah pokoknya”
“Emang perlunya apa, kok harus pulang cepat?”
"Gag perlu juga kan aku beri tahu kamu apa urusanku! kamu mau gag piket? cuma sekali ini aja kok, lagian waktu kamu sakit kemaren kan kamu gag piket"
            Merasa terpojok, ia pun setuju piket sendirian. Ia paksakan diri walau sedang dalam kondisi tidak fit. Ia tetap bersihkan kelas itu, meski pelan yang penting selesai. Jadinya ia pulang kesorean. Sesampai di rumah ia merasa lelah sekali, tidak bisa melakukan tugas rumah dan sakitnya mulai kambuh lagi. Kelurganya yang super sibuk membuat ia memilih tidak menceritakan kejadian yang ia alami. Baru setelah waktunya bertugas, barulah ia bilang sedang sakit. Hal itu menurut kakaknya tidak masuk akal karena tidak mungkin sakitnya itu kambuh tiba-tiba. Karena itulah ia sering dibilang suka cari-cari alasan. Ia lebih senang berada jauh dari rumah, karena setiap ia pulang selalu saja ada masalah yang sepele yang kurang masuk akal menjadi masalah besar dan serius. Ketika berada di luar ia begitu saja melupakan masalah yang akan dihadapi ketika berada di rumah lagi.
“Namun kadang aku merasa senang jadi pelupa begini. Bisa melupakan hal yang bikin sakit hati dengan mudah dan mempermudah maaf bagi siapapun. Aku senang bisa melupakan itu. Melupakan seseorang yang telah lama bersarang di relung hati ini dan itu tak mudah bagi orang sensitive sepertiku.”
            Begitu ia berucap ketika ia sadar bahwa penyakit lupanya merupakan sebuah dilema yang membuat hidupnya berwarna. Semua itu ku ketahui karena ia sering curhat padaku, ya Diary pink yang selalu menjadi curahan hatinya. Tapi untuk soal tambatan hati, aku angkat tangan. Ia lebih memilih lupa kepada siapa hatinya tertaut dan hanya Tuhan yang tahu isi hati seorang pelupa.
            “I have forget all. I can’t remember when you make me happy and make me hurt”

~THE END~


|Amelia Putri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar