Aivi Yola Dwiputri
Gadis riang lincah, lucu berambut keriting pirang itu terhanyut arus. Dengan kaki bergetar ia melangkah, tidak ada yang bisa diperbuat, ia tidak bisa berontak.
xxx
Kring. . .
Suara alarm menggema ditelinga dan membuatku terbangun dari tidur yang pulas. “Ah, masih jam 04.30 WIB” pikirku. Biasanya, aku selalu melompat dari tempat tidur begitu mataku terbuka. Namun, pagi ini perasaanku tak karuan. Kupalingkan kepala, kupejamkan lagi mata.
Sinar matahari pagi mulai mengintip dari celah dinding yang menampar wajah. Aku tersentak . Pukul 05.50 WIB. Dengan malasnya aku bangun dari tempat tidur dan bersiap untuk berangkat sekolah. Sampai disekolah aku memarkirkan motor dan menuju ke ruang besar dengan tembok hitam dan biru sebagian, meja, bangku dan papan tulis. Ke tempat inilah ku setiap hari datang. Aku malas dan ingin bolos paling tidak satu hari saja. Namun aku menyadari bahwa hal itu tidak dapat kulakukan. Aku anak Bapak dan Ibu satu-satunya. Bapak dan Ibu ingin aku menjadi anak pandai dan sukses kelak.
Tiba-tiba suara Bu Sarah wali kelas membuyarkan lamunanku
“Anak-anak kita kedatangan teman baru dari Jakarta. Bumi, silahkan perkenalkan diri.” ucap Bu Sarah wali kelasku. Setelah memperkenalkan diri Bumi berjalan menuju tempat duduk paling belakang karena kursi kosong hanya ada disana anak baru selalu ditempatkan di belakang. Bumi cepat menyesuaikan diri dengan teman-teman di belakang
Suara alarm menggema ditelinga dan membuatku terbangun dari tidur yang pulas. “Ah, masih jam 04.30 WIB” pikirku. Biasanya, aku selalu melompat dari tempat tidur begitu mataku terbuka. Namun, pagi ini perasaanku tak karuan. Kupalingkan kepala, kupejamkan lagi mata.
Sinar matahari pagi mulai mengintip dari celah dinding yang menampar wajah. Aku tersentak . Pukul 05.50 WIB. Dengan malasnya aku bangun dari tempat tidur dan bersiap untuk berangkat sekolah. Sampai disekolah aku memarkirkan motor dan menuju ke ruang besar dengan tembok hitam dan biru sebagian, meja, bangku dan papan tulis. Ke tempat inilah ku setiap hari datang. Aku malas dan ingin bolos paling tidak satu hari saja. Namun aku menyadari bahwa hal itu tidak dapat kulakukan. Aku anak Bapak dan Ibu satu-satunya. Bapak dan Ibu ingin aku menjadi anak pandai dan sukses kelak.
Tiba-tiba suara Bu Sarah wali kelas membuyarkan lamunanku
“Anak-anak kita kedatangan teman baru dari Jakarta. Bumi, silahkan perkenalkan diri.” ucap Bu Sarah wali kelasku. Setelah memperkenalkan diri Bumi berjalan menuju tempat duduk paling belakang karena kursi kosong hanya ada disana anak baru selalu ditempatkan di belakang. Bumi cepat menyesuaikan diri dengan teman-teman di belakang
xxx
Bel istirahat berbunyi. Aku menghampiri Bumi dan berkenalan dengannya. Aku mengajaknya ke kantin. Saat berjalan menuju kantin, tiba-tiba ada yang menabrakku. Aku yang cepat emosi langsung memaki. Kalau tidak karena Bumi mungkin sudah ku tonjok mukanya.
“Kampret, punya mata gak sih?”
“Maaf Bang, gak sengaja.”
“Sudahlah langit, dia gak sengaja.”
Saat aku dan Bumi sedang ngobrol di kantin, datang seorang teman sekelasku Andien. Aku cukup akrab dengannya. Kemudian, Andien menghampiri.
“Hey” sapa Andien, “Boleh ikut ngumpul?”.
“ Bolehlah” jawabku dan Bumi
Sekarang kita bertiga, ngobrolnya semakin seru.
“Kampret, punya mata gak sih?”
“Maaf Bang, gak sengaja.”
“Sudahlah langit, dia gak sengaja.”
Saat aku dan Bumi sedang ngobrol di kantin, datang seorang teman sekelasku Andien. Aku cukup akrab dengannya. Kemudian, Andien menghampiri.
“Hey” sapa Andien, “Boleh ikut ngumpul?”.
“ Bolehlah” jawabku dan Bumi
Sekarang kita bertiga, ngobrolnya semakin seru.
xxx
Di hari pertama sekolah, Bumi sengaja tidak membawa kendaraan sendiri. Ia ingin mencoba naik angkot. Bumi menunggui sampai angkot jurusannya datang. Disana, sudah ada 3 penumpang di dalam angkot dan seorang gadis yang sebaya dengannya. Anehnya, ia tidak berseragam sekolah. Kulit gadis itu coklat terbakar matahari, dia cantik namun lusuh. Bumi mengajaknya bicara. Namun, tidak ada suara jawaban, hanya anggukan dan senyuman. Gadis sebelah Bumi, kemudian menepuk tangannya meminta berhenti. Pak sopir sepertinya melamun atau berkonsentrasi mencari penumpang dan tak kunjung berhenti.
Dari situ Bumi sadar kalau dia bisu. Sebelum angkot melaju lebih jauh ia pun memberhentikan angkot. Sepuluh menit kemudian Bumi sampai di gang rumah. Sampai di rumah, ia langsung merebahkan diri di sofa
Dari situ Bumi sadar kalau dia bisu. Sebelum angkot melaju lebih jauh ia pun memberhentikan angkot. Sepuluh menit kemudian Bumi sampai di gang rumah. Sampai di rumah, ia langsung merebahkan diri di sofa
xxx
Beberapa hari kemudian…
Tanpa sengaja Bumi bertemu lagi dengan si gadis bisu dan ia masih mengingat Bumi. Gadis itu meminta selembar kertas dan pena. Rupanya, ia bisa tulis dan baca. Setelah menanyakan nama masing-masing. Bumi menanyakan tujuan gadis itu. Ia bercerita sudah beberapa hari ia bolos sekolah karena ibunya sakit. Ia harus membantu ibunya berjualan untuk biaya sehari-hari dan biaya sekolah. Bapaknya nelayan, Ibunya pedagang ikan asin.
Tanpa sengaja Bumi bertemu lagi dengan si gadis bisu dan ia masih mengingat Bumi. Gadis itu meminta selembar kertas dan pena. Rupanya, ia bisa tulis dan baca. Setelah menanyakan nama masing-masing. Bumi menanyakan tujuan gadis itu. Ia bercerita sudah beberapa hari ia bolos sekolah karena ibunya sakit. Ia harus membantu ibunya berjualan untuk biaya sehari-hari dan biaya sekolah. Bapaknya nelayan, Ibunya pedagang ikan asin.
xxx
Di sekolah, Bumi menceritakannya padaku dan Andien. Menceritakan perjuangan Siti, nama gadis itu untuk bersekolah. Mendengar ceritanya aku sadar bahwa aku lebih beruntung darinya. Kami ingin mengenal gadis itu. Keesokan harinya, kami berencana mengunjunginya ke rumah dan membawakannya makanan dan buku. Namun hari itu kami tidak menemukannya. Gadis berambut pirang itu terhanyut arus saat membantu sang ayah mencari ikan di Pantai Selatan.
xxx
Rasa pilu masih menyesakkan dada jika kami mengingatnya hingga hari ini. Dua belas tahun lalu, tiga orang sahabat menanda tangani selembar kertas sebuah komitmen untuk memberikan donasi tiap harinya untuk anak kurang mampu agar bisa bisa melanjutkan sekolah. Kini, mimpi mereka terwujud “Yayasan itu berdiri untuk mengenang Siti” ujar Dokter Bumi pada dua sahabatnya Pengusaha dan Dosen, Langit dan Andien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar