Count visitor

Senin, 14 Mei 2012


Memaknai Seni Pertunjukan Indang Sintuak Lubuak Aluang dan Indang Palito Nyalo Sungai Sariak ( Pertunjukan indang ini Penulis Teliti di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional ) Padang Dalam Kehidupan
Pada saat menyaksikan sebuah seni pertunjukkan di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional ( BPSNT ) Padang terdapat dua kelompok pemain seni pertunjukan indang yaitu : kelompok atau group indang sintuak berasal dari Lubuak Aluang dan gruop indang palito nyalo asal Sungai Sariak dimana kedua group indang ini berasal dari Kabupaten Padang Pariaman  dimu­lai dari jam sembilan malam dan berakhir sebelum azan subuh berkumandang. Pertunjukkan indang asal Pariaman yang dimainkan oleh dua kelompok yang saling beradu pendapat kebenaran  {argumentasi } dalam bentuk pantun yang dinya­nyikan. Setiap pemain duduk bersila {dalam bahasa Minang duduk baselo } sangat rapat antara satu dengan lainnya dalam bentuk bersyaf sama dengan barisan dalam shalat. Pakaian mereka ber­variasi berdasarkan tugas-tugas yang sudah ditentukan menurut aturan permainan indang. Kemudian dalam hal ini, penulis melihat hal yang berbeda pada saat seni pertunjukan indang yang yang dimainkan oleh group seni pertunjukan indang sintuak  dimana para pemainnya lebih banyak anak – anak yang masih berumuran  belia antara tujuh sampai sebelas tahun, barulah sebagian anak muda dan para  pengajar indang tersebut mendampingi. Kemudin disini saya melihat terdapat perbedaan pakaian antara golongan anak – anak  memakai kain kain batik yang bebeda dimana dalam bahasa Minang kain sampiang yang biasa di pakai oleh oleh para anak gadis usia remaja, dan para kaum ibu – ibu yang sudah berumah tangga, sedangkan para anak muda, dan golongan tua selaku pengiring atau pengajar dari keberlanjutan nilai – nilai budaya tradisional dalam seni pertunjukan indang asal Pariamam ini memakai kain sarung.
Dalam seni pertujukan indang terdapat banyak hal yang dapat diambil mamfaat – mamfaat yang berguna dan dapat dijadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan yang fana ini. Karena dalam kesenian pertunjukan indang kalau saja semua arif atas berbagai ungkapan yang disampaikan seorang padikia, dimana seorang padikia dalam seni pertunjukan indang banyak menyampaikan pesan – pesan moral bagi kita semua terutama sekali para gerasi muda sebagai  generasi pelurus moralis Bangsa ini yang sudah banyak yang rusak. Didalam seni pertunjukan indang ini yang paling dituntut bagi penonton tidak hanya keindahan gerakan dan rancaknyo iringan musiknya tapi makna dari setiap gerakannya, kemudian yang tidak kalah pentingnya yaitu setiap bahasa ungkapannya yang harus dipahami betul, karena banyak setiap bahasa ungkapan yang dilantunkan oleh seorang peseta perrtunjukan seni pertunjukan idang Pariaman ini, menyampaikan atau mengingatkan kembali pada kita terutama sekali generasi muda untuk menjaga moral, tingkah laku yang menyimpang dari ajaran agama, adat, serta kebudayaan Minangkabau. Dalam falsafah Minang dikatan :
                                    Jikok lalok bajagoan
                                    Takalok bajagoan
Pertunjukan indang Pariaman sediri dapat penulis tangkap tujuan utama dari pementasannya yaitu sebagai alat untuk pengingat kembali kepada kita, yang tertidur panjang akan keindahan yang dikibatkan oleh hanyutnya Tsunami moralis sebagian besar masyarakat orang Minangkabau. Kemudian dalam indang pariaman dimanapun pementasannya dalam bahasa ungkapannya selalu banyak kata – kata pengajaran hidup seperti setiap orang minang tidak boleh bermalas – malasan dalam menjalani, bahkan menata kehidupan ini supaya jan sampai Tungkek Nan Mambao Rabah { tongkat yang membawa masyarakat Minangkabau terjatuh terutama sekali generasi muda}. Tungkek / tonkat disini adalah bebagai adat isti adat, kesenian kebudayan salah satunya indang pariaman. Kemudian terdapat lagi suatu falsafah yang tepat bagi seni pertunjukan indang dalam kehidupan rang Minang : Ibarat kayu rimbun nan tumbuah ditangah padang akanyo ka bakeh  baselo, dahannyo ka bakeh dasanda, dahannyo ka bakeh balinduan dari kepanasan.
pertunjukan yang sangat langka di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional ( BPSNT )Padang. Menurut pak Sudirman salah seorang tokoh kelompok pemain seni pertunjukan indang Group Palito Nyalo asal Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman,  mengatakan bahwa tugas pemain indang pada dasarnya terbagi kepada beberapa bagian, yaitu  : (1) tukang dikia, bertugas sebagai pimpinan dan tokoh utama dalam pertunjukan indang. Ia duduk di belakang anak indang. Ia menciptakan pantun-pantun yang diperdebatkan antara dua kelompok indang. (2) tukang karang, adalah seorang pemain indang yang bertugas sebagai pembantu tukang dikia dalam mengarang pantun-pantun secara spontan. Ia juga disebut tukang aliah, karena ia bertugas untuk mengalihkan gerak-gerak tari dan nyanyian. (3) tukang apik, adalah yang bertugas sebagai pengapit tukang karang dalam posisi duduk. Biasalah salah seorang dari tukang apik bertugas sebagai peningkah permaian darak indang. (4) tukang pangga, yaitu beberapa orang pemain indang yang posisi duduknya disamping kiri dan kanan tukang apik. Tugasnya adalah sebagai pengikut gerakan tari dan menurutkan permain­an pola permainan darak rapai. (5) tukang pangga, adalah beberapa orang anak indang yang paling hujung dari sede­retan anak indang. Kemudian pemain seni pertunjukan indang terdiri dari anak-anak yang masih kecil yang mana umurnya berkisar antara delapan sampai dengan 12 tahun, kemudian sebagian lagi para golongan muda sebagai penerus tradisional kesenian pertunjukan indang yang tergolong langka ini.
          Setelah saya berdiskusi dengan beberapa orang tokoh ma­syarakat dimana saya tidak saja melakukan wancara dengan kaum bapak – bapak namun juga dengan kaum ibu yang hadir di Seni pertunjukan indang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan nilai Tradisional { BPSNT } Padang, mereka menyatakan bahwa untuk menghadapi perkembangan berbagai jenis kesenian modern yang ber­kembang saat ini, sudah saatnya masyarakat  meng­galakkan kesenian yang berasal dari negara – negara asing melalui berbagai seni pertunjukan seni kebudayaan Miangkabau salah satunya dengan indang tradisional Pariaman. Ma­syarakat sangat mencintai kesenian tradisional yang sudah menjdi warisan budaya Mi­nangkabau ini.Namun disisi lain  dari pihak pemerintah daerah kurang memperhatikan keberadaan kesenian ini. Oleh sebab itu, diharapkan kepada pihak pemerintah daerah bah­kan sampai ke pusat, agar dapat menggalakkan dan menghidupkan kesenian tra­disional indang ini pada setiap nagari-nagari sebagaimana halnya pada masa lampau.Tingginya partisipasi dan minat untuk menyaksikan bahkan niat untuk mempelajari kesenian yang tergolong langka ini bagi sebagian masyarakat telihat pada saat pertunjukan indang yang dimainkan oleh dua kelompok pemain seni pertunjukan dimana acara ini diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional { BPSNT )  Padang. Disaat acara pertunjukan dimulai saya selaku penulis melihat tinggi sekali antusias para golongan anak – anak yang mengalahkan sebagian besar kesadaran generasi muda sebagai penerus tradisi kebudayaan Minangkabau yang kaya akan berbagai nilai – nilai luhur kebudayaan yang satu persatu sudah mulai punah hal ini, disebabkan karena kurangnya kesadaran untuk menggalakkan dan membudayakan kembali kesenian pertujukan indang.
           


Oleh : Adrizal
Jurusan : Humaniora Minangkabau
Fakultas : Ilmu Budaya















Tidak ada komentar:

Posting Komentar