Memaknai Seni Pertunjukan
Indang Sintuak Lubuak Aluang dan Indang Palito Nyalo Sungai Sariak ( Pertunjukan indang ini Penulis Teliti
di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional ) Padang Dalam Kehidupan
Pada
saat menyaksikan sebuah seni pertunjukkan di Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional ( BPSNT ) Padang terdapat dua kelompok pemain seni
pertunjukan indang yaitu : kelompok atau group indang sintuak berasal dari
Lubuak Aluang dan gruop indang palito nyalo asal Sungai Sariak dimana kedua group
indang ini berasal dari Kabupaten Padang Pariaman dimulai dari jam sembilan malam dan berakhir
sebelum azan subuh berkumandang. Pertunjukkan indang asal Pariaman yang dimainkan
oleh dua kelompok yang saling beradu pendapat kebenaran {argumentasi } dalam bentuk pantun yang dinyanyikan.
Setiap pemain duduk bersila {dalam bahasa Minang duduk baselo } sangat rapat
antara satu dengan lainnya dalam bentuk bersyaf sama dengan barisan dalam
shalat. Pakaian mereka bervariasi berdasarkan tugas-tugas yang sudah
ditentukan menurut aturan permainan indang. Kemudian dalam hal ini, penulis
melihat hal yang berbeda pada saat seni pertunjukan indang yang yang dimainkan
oleh group seni pertunjukan indang sintuak dimana para pemainnya lebih banyak anak – anak
yang masih berumuran belia antara tujuh
sampai sebelas tahun, barulah sebagian anak muda dan para pengajar indang tersebut mendampingi. Kemudin
disini saya melihat terdapat perbedaan pakaian antara golongan anak – anak memakai kain kain batik yang bebeda dimana
dalam bahasa Minang kain sampiang yang biasa di pakai oleh oleh para anak gadis
usia remaja, dan para kaum ibu – ibu yang sudah berumah tangga, sedangkan para
anak muda, dan golongan tua selaku pengiring atau pengajar dari keberlanjutan
nilai – nilai budaya tradisional dalam seni pertunjukan indang asal Pariamam
ini memakai kain sarung.
Dalam
seni pertujukan indang terdapat banyak hal yang dapat diambil mamfaat – mamfaat
yang berguna dan dapat dijadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan yang fana
ini. Karena dalam kesenian pertunjukan indang kalau saja semua arif atas
berbagai ungkapan yang disampaikan seorang padikia, dimana seorang padikia
dalam seni pertunjukan indang banyak menyampaikan pesan – pesan moral bagi kita
semua terutama sekali para gerasi muda sebagai
generasi pelurus moralis Bangsa ini yang sudah banyak yang rusak.
Didalam seni pertunjukan indang ini yang paling dituntut bagi penonton tidak
hanya keindahan gerakan dan rancaknyo iringan musiknya tapi makna dari setiap
gerakannya, kemudian yang tidak kalah pentingnya yaitu setiap bahasa
ungkapannya yang harus dipahami betul, karena banyak setiap bahasa ungkapan
yang dilantunkan oleh seorang peseta perrtunjukan seni pertunjukan idang
Pariaman ini, menyampaikan atau mengingatkan kembali pada kita terutama sekali
generasi muda untuk menjaga moral, tingkah laku yang menyimpang dari ajaran
agama, adat, serta kebudayaan Minangkabau. Dalam falsafah Minang dikatan :
Jikok
lalok bajagoan
Takalok
bajagoan
Pertunjukan
indang Pariaman sediri dapat penulis tangkap tujuan utama dari pementasannya
yaitu sebagai alat untuk pengingat kembali kepada kita, yang tertidur panjang
akan keindahan yang dikibatkan oleh hanyutnya Tsunami moralis sebagian besar
masyarakat orang Minangkabau. Kemudian dalam indang pariaman dimanapun
pementasannya dalam bahasa ungkapannya selalu banyak kata – kata pengajaran
hidup seperti setiap orang minang tidak boleh bermalas – malasan dalam
menjalani, bahkan menata kehidupan ini supaya jan sampai Tungkek Nan Mambao
Rabah { tongkat yang membawa masyarakat Minangkabau terjatuh terutama sekali
generasi muda}. Tungkek / tonkat disini adalah bebagai adat isti adat,
kesenian kebudayan salah satunya indang pariaman. Kemudian terdapat lagi suatu
falsafah yang tepat bagi seni pertunjukan indang dalam kehidupan rang Minang : Ibarat
kayu rimbun nan tumbuah ditangah padang akanyo ka bakeh baselo, dahannyo ka bakeh dasanda, dahannyo
ka bakeh balinduan dari kepanasan.
pertunjukan
yang sangat langka di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional ( BPSNT )Padang.
Menurut pak Sudirman salah seorang tokoh kelompok pemain seni pertunjukan
indang Group Palito Nyalo asal Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman, mengatakan bahwa tugas pemain indang pada
dasarnya terbagi kepada beberapa bagian, yaitu
: (1) tukang dikia, bertugas sebagai pimpinan dan tokoh utama dalam
pertunjukan indang. Ia duduk di belakang anak indang. Ia menciptakan
pantun-pantun yang diperdebatkan antara dua kelompok indang. (2) tukang karang,
adalah seorang pemain indang yang bertugas sebagai pembantu tukang dikia dalam
mengarang pantun-pantun secara spontan. Ia juga disebut tukang aliah, karena ia
bertugas untuk mengalihkan gerak-gerak tari dan nyanyian. (3) tukang apik,
adalah yang bertugas sebagai pengapit tukang karang dalam posisi duduk.
Biasalah salah seorang dari tukang apik bertugas sebagai peningkah permaian
darak indang. (4) tukang pangga, yaitu beberapa orang pemain indang yang posisi
duduknya disamping kiri dan kanan tukang apik. Tugasnya adalah sebagai pengikut
gerakan tari dan menurutkan permainan pola permainan darak rapai. (5) tukang
pangga, adalah beberapa orang anak indang yang paling hujung dari sederetan
anak indang. Kemudian pemain seni pertunjukan indang terdiri dari anak-anak yang
masih kecil yang mana umurnya berkisar antara delapan sampai dengan 12 tahun,
kemudian sebagian lagi para golongan muda sebagai penerus tradisional kesenian
pertunjukan indang yang tergolong langka ini.
Setelah saya berdiskusi dengan
beberapa orang tokoh masyarakat dimana saya tidak saja melakukan wancara
dengan kaum bapak – bapak namun juga dengan kaum ibu yang hadir di Seni
pertunjukan indang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan nilai
Tradisional { BPSNT } Padang, mereka menyatakan bahwa untuk menghadapi
perkembangan berbagai jenis kesenian modern yang berkembang saat ini, sudah
saatnya masyarakat menggalakkan
kesenian yang berasal dari negara – negara asing melalui berbagai seni
pertunjukan seni kebudayaan Miangkabau salah satunya dengan indang tradisional
Pariaman. Masyarakat sangat mencintai kesenian tradisional yang sudah menjdi
warisan budaya Minangkabau ini.Namun disisi lain dari pihak pemerintah daerah kurang
memperhatikan keberadaan kesenian ini. Oleh sebab itu, diharapkan kepada pihak
pemerintah daerah bahkan sampai ke pusat, agar dapat menggalakkan dan
menghidupkan kesenian tradisional indang ini pada setiap nagari-nagari
sebagaimana halnya pada masa lampau.Tingginya partisipasi dan minat untuk
menyaksikan bahkan niat untuk mempelajari kesenian yang tergolong langka ini
bagi sebagian masyarakat telihat pada saat pertunjukan indang yang dimainkan
oleh dua kelompok pemain seni pertunjukan dimana acara ini diselenggarakan oleh
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional { BPSNT ) Padang. Disaat acara pertunjukan dimulai saya
selaku penulis melihat tinggi sekali antusias para golongan anak – anak yang
mengalahkan sebagian besar kesadaran generasi muda sebagai penerus tradisi
kebudayaan Minangkabau yang kaya akan berbagai nilai – nilai luhur kebudayaan
yang satu persatu sudah mulai punah hal ini, disebabkan karena kurangnya
kesadaran untuk menggalakkan dan membudayakan kembali kesenian pertujukan
indang.
Oleh : Adrizal
Jurusan : Humaniora Minangkabau
Fakultas : Ilmu Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar