Count visitor

Selasa, 24 Juli 2012

cerpen


Maytati Yanun Dieperantauan
oleh : Eka Ananda Putri
Yang sedang duduk pada salah satu kursi di halte bus UNAND itulah May. Wajah sengit memandang matahari. Di rasakannya panas, di pandangnya sudut ke sudut suara ramai bergemuruh. Bus-bus berjejer.
Di tempat duduknya sekarang, ingin penulis ceritakan bahwa May  adalah seorang anak tunggal. Tidak bersaudara, ayahnya telah mati pula saat dia duduk di cawu 2 kelas satu SMA. Disebabkan penyakit yang tak jelas apa, yang jelas kematian ayahnya sangat mendadak. Dikala itu sipeninggal ayahnya, May  hidup berdua dengan mandehnya di sebuah rumah berjenjang bercorak Minangkabau di perkampungan Tanjuang Barulak Batipuah.
May bersekolah dengan tekun di SMA 1 Teladan Padang Panjang dengan NEM yang bagus. Mula-mula ia sangat ingin mencapai cita-citanya di Perguruan Tinggi seperti ramai orang berlalu lalang dihadapannya sekarang. Para Mahasiswa-Mahasiswi yang sibuk kian kemari naik dan turun bus. Mereka mengenakan tas dan sepatu yang rapi.Tapi entah apa sebabnya May gagal duduk di bangku kuliah. Mungkin karna terbentur biaya, melihat pula mandehnya yang sudah semakin tua atau mungkin pula keluarganya yang pada umumnya berpendidikan rendah, jadi tidak ada yang bisa menjunjung tinggi arti pendidikan. Yang pasti kemungkinan dari yang banyak itu bisa saja jadi penyebab May gagal melanjutkan cita-cita di Perguruan Tinggi. Walaupun begitu, darah muda asli Minangkabau ini sangat besar nyali dan imamnya. Bila yang tua- tua melihat, patut di acungi jempol shalatnya. Sangat pandai dia menjaga waktu untuk Tuhan dan sama sekali tidak penulis lihat wajah sedih sedikit pun ketika dia memandangi orang seumuran dengannya berlalu-lalang menuju tempat tujuan cita-citanya semula.Sangat mengagungkan hati May.
Belum tampak tujuan yang jelas, ia duduk di halte bus UNAND. Tak sedikit pun hatinya mengerutu pada pemilik yang maha agung. Bagaimana dia, bagaimana dia anak yatim. Bagiaman dia anak seorang tunggal tak memiliki saudara kandung. Bagaimana mandehnya kenapa sudah sangat tua. Bagaimana nasibnya, kenapa dia insan ytang teerlahir dari keluarga yang pas-pasan. Bagaiman pula jalan hidup tidak memeperbolehkan dia  menjadi seorang mahasiswi berpendidikan dan bermasa depan cerah. Bagaimana ini. Tidak......Tidak...Tidak ada penghakiman buat Tuhan oleh May. Karna nyata-nyata Tuhan itu Maha Adil.
Di pandangnya langit yang biru, panas menyengat karna matahari Tuhan. Teringat oleh May saat mata mandehnya bertitik melepas dia pergi ke kota Padang, kota tempat ia duduk-duduk sekarang. Mencari dayuh hidup di perantauan. Mencari kaya, kawan dan kerabat pengganti dunsanak di kampung. Mencoba mengubah nasib. Begitu tekad May. Ijazah SMAnya ditenteng kian kemari. Bilaman ada lowongan, cepa-cepat ia memasukkan lamaran.
Hari berganti hari, lamar sana lamar sini telah dilakukan May. Sudah hampir pula seminggu, namun panggilan yang di tunggu-tunggunya belum juga datang. Ketika ia bersandar di depan toko kaca orang, tidak jauh dari mesjid, tidak jauh pula dari kosnya. Saat dia duduk terenyak bersandar memegang amplod kacang padi, datang seorang ibu-ibu berkulit putih. Ia melongohkan kepalanya menghadap amplot di tangan May.  
“Lagi lamar kerja dik.”
“Iya buk. Ini belum juga dapat.” kata May sambil memperbaiki duduknya.
“Oo. Tamat apa?”
“SMA buk. Saya dari Batipuah.”
“Jauh ya,,disini tinggal dimana?”
“Tidak. Saya ngekos di ujung sana, belok kiri setelah sate Mak Tik, rumah berpagar hijau, disana kos saya”
Setelah lama berbincang,bercakap-cakap,tanya ini tanya itu, terjadilah suatu penawaran oleh ibu-ibu berkulit putih tadi. Penawaran sebuah pekerjaan. Cukup lama may memikirkannya akhirnya ia menerima penawaran pekerjaan itu. Walau ditimbang buruknya bekerja dirumah makan ditepi pantai. Ia menerima daripada jadi pengangguran yang hampir habis perbekalan.    Lalu pulang kampung mengatakan benar kata mandehnya” yang merantau itu anak laki-laki” tapi May tidak ingin begitu masih ingin dia menatap mobil yang melaju dikota Padang, melihat indah dan eloknya negeri Padang, dan toko-toko yang berkilat yang berjejer disepanjang Pasar Raya.  Belum jenuh mata May memandang, ibukota sumatera barat itu.
Besoknya setelah tawaran, dan keputusan menerima pekerjaan dirumah makan ditepi pantai, maka jadilah May karyawan rumah makan One Nan Lamo namanya. Kelihatan ombak dan bunyinya yang bergemuruh disanalah May bekerja. Mulai dari memotong-motong bahan masakan, segala macam pekerjaan mencuci piring, menghidangkan makanan dan banyak lagi lainnya. Saat matahari mulai terbenam, saat burung-burung beransur pulang, saat itu pula May menyudahi pekerjaannya. Pulang kekosan membersihkan badan yang sedikit baun amis dan telah bercampur keringat karena panas.
Pekerjaan yang keras menyiksa tenaga dan waktu kerjanya yang panjang ditambah pula keadaan yang panas yang membuat raut wajah May nampak gelap dan sedikit menghitam. Maka, barang cukup satu bulan saja May betah bekerja dirumah makan itu, rumah makan One Nan Lamo, ditepi pantai yang berombak, pesisir pantai dengan para nelayan yang sibuk mencari hidup.melihat matanya yang cakung dan melihat tadi raut wajah yang nampak gelap dan ssedikit menghitam karena keadaan tempat ia bekerja panas dan tidak memungkinkan. Itulah keputusan yang tepat. May berhenti.
Dilanjutkan hari-harinya seperti biasa, memulai kembali kebiasaan semula. Kebiasaan saat mula-mula ia datang ke kota Padang. Berjalan disepanjang jalan, mondar-mandir dikeramaian, menenteng tas kecil yang berisi surat lamaran sudah lengkap dengan syaratnya. Mencari kalau-kalau ada lowongan. Sudah beransur pula petang..
Tidak terasa waktu, sudah masuk pula minggu kedua dia berhenti dari pekerjaannya. Saat ia sedang duduk diteras kosnya. Melamun, memandang-mandang tujuan hidupnya. Datang dua pucuk surat. Surat yang pertama datang dari mandehnya dan surat yang kedua beralamatkan pemanggilan untuk interview pada toko Raya. Kedua surat digenggam ditangannya. Setelah dipilih-pilih dibuka surat dari mandehnya. Begini suratnya
May tati yanum dipadang
Sebelum menanyakan kabarmu nak, mandeh berdoa semoga engkau selalu dalam lindunganNYA. Lindungan maha pemilik Agung.
Saat mandeh minta tolong menulis surat untuk engkau kepada Wina sepupumu, alhamdulillah keadaan mandeh baik-baik saja. Sehat seluruh badan mandeh, tapi dikecualikan pikiran mandeh yang terbentur mangenai keadaan engkau disana. Jauh dikota orang, entah bagaimana dan semoga pemilik agung tadi tidak senantiasa engkau lupakan, Amin. 
Inilah hati orang tua nak, hati mandeh kepada engkau. Berlipur bukit, berlipur lautan yang dalam, berlipur pula akar yang melintang, yang mandeh bayangkan. Tentang bagaimana keadaan engkau. Apa yang engkau tempuh dikota orang. Tapi lagi-lagi mandeh percaya kepada pemilik Agung selagi engkau tidak melupakannya.
Sepucuk surat dari engkau, pembalas rindu dan rasa khawatir mandeh telah mandeh terima dua minggu yang lalu. Maafkan mandeh baru membalasnya, bukan karena kesempatan yang menunda tapi mandeh menyusun-nyusun kata yang benar dan tepat untuk mengatakan kepada engkau bahwa hati mandeh benar-benar menginginkan engkau dirumah saja. Melihat kedua gunung yang indah dikota kita memandangi segala jagat dikampung yang begitu banyak.
Suratmu mandeh paham. Belum pantang engkau meninggalkan kota padang nampaknya. tidak apa-apa bagi mandeh nak, asal engkau bahagia dan mengerti pula engkau tentang sedikit lika-liku hidup. Supaya nantinya engkau tidak canggung, la kalau ada lika-liku yang lebih berat.
Penutup surat mandeh hanya berpesan sebuah do’a. Semoga engkau selalu dalam lindunganNYA. Dan jika sudah habis pantangmu, pulanglah nak.

                                                                                                            Mandeh

                                                                                                            Nurlela
Surat yang kedua lekas pula dibuka May. Memandang alamat surat dari toko Raya, toko tempat ia memasukan seberkas lamaran pekerjaan. Dibacanya surat itu dan mengikuti isi surat ia datang memenuhi panggilan interview. Alhamdulillah karena semangat yang belum pantang pula setelah surat pemanggilan pekerjaan itu jadilah May seorang karyawan. Ditoko Raya dikawasan pasar raya, pasarnya kota Padang.
Bekerja  di Toko Raya, toko baju butik, bajunya orang-orang berpunya. Gaya May lebih rapi dan kaliahatan disiplin. Jilbab yang di pakai May telah rubah pula erengnya 180 derajat. Lebih mantap, pas, dan harmonis sekali kalau dipandang. Begitulah kira-kira keadaan May sekarang. Bekerja di toko butik ternama, bertambah pula pergaulan dan corak pemandangan wajah lebih jernih karena bertempat toko yang ber-AC. Tidak panas dan tidak lagi baun asam karna kerja yang berkeringat.
Sedikit ingin di ceritakan tentang May yang bertemu dengan cinta  hatinya setelah lulus SMA dan kinilah datangnya. Padalah seorang pemuda yang bernama Andi. Tinggi dan kurus,dan lagi-lagi lah alisnya seperti artis Eropa. Dilanjutkan, bukan punduk merindukan bulan tapi hati keduanya sama-sama, sama bahagia bila bersama, sama-sama suka dan sama-sama bekerja ditoko Raya. Alhasil inilah yang sering disebut-sebut cinta lokasi. Ya,cinta lokasi antara May dan Andi. Cinta karna sering bertemu, cinta karna setempat pekerjaan.
Keduanya cinta-cintaan, semakin menggebu perasaan asmara. Makin hari, makin seiya. Sudah  dua kali pula May diajak Andi mencari angin jalan-jalan sore disepanjang pantai. Menikmati angin sore dan melihat indahnya matahari terbenam. Sudah ada pula janji mereka menatap langit biru di tepi pantai yang berombak itu ‘bila berjodoh, mereka berdua merasa menjadi manusia yang paling beruntung’. Tapi jalan Andi berkehendak lain, kehendak keadaan uang yang cukup pula, ia berkeputusan berhenti dan keluar dari toko Raya. Melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Seperti itulah cinta mereka. Setelah Andi keluar dari toko Raya, mereka sama sekali tidak berhubungan. Tidak ada lagi janji, atau mungkin saja sudah saling melupakan. Namanya saja cinta lokasi. Cinta kebersamaan ditoko, cinta jalan-jalan dua kali tanpa pegang ini pegang itu hanya menatap langit-langit biru penutup kebekuan.
Tidak lama setelah Andi keluar dari toko Raya, seiring pertambahan waktu, perputaran angin, indahnya kota Padang harus ditinggalkan May. Memohon pada Pencipta langit dan bumi semoga pilihannya meninggalkan kota Padang dan kembali ke kampungnya semoga menjadi pilihan paling baik, paling betul, dan tentunya itu harus dipilih. Karna apa, karna May hampir 5 bulan bekerja di butik dan karna sesuatu kesalahan yang tidak perlu dilakukan May seharusnya. akhirnya dia di pecat.Kkata bos besarnya yang bekepala sula itu,itu  kepeputusan yang matang. May dikeluarkan karna pada suatu hari saat ia bekerja, ia minta izin dengan berbagai alasan. Padahal ketahuan ia minta izin untuk tes bekerja di tempat lain.
Mungkin saja malang lebih dekat pada May saat suatu hari itu, saat suatu hari  May di pecat. Padahal ya bagaimana lagi, tempat butik tempat dia bekerja paling senang hatinya, dapat pula kekasih hati dan senang pula hati mandehnya mengingat ia bekerja di butik besar.
Kembali lagi pada pencipta langit dan bumi. Yang merubah pagi menjadi petang, petang menjadi malam, dan akhirnya kembali malam menjadi pagi. Sisa-sisa semangat May mencari pekerjaan sudah tidak bisa dipakai lagi. Maksudnya, tidak sebesar saat ia mulal-mulai datang ke Padang. Maka dari itu setelah semalam berfikir jernih dan setelah tanya sana sini kepada kawannya mengenai ada lowongan pekerjaan tapi May belum mendapatkan. Entah sejak Andi sudah tidak ada lagi, entah May yang sudah bosan hidup dirantau orang.
Teringat dia derasnya air kali yang mengalir  dikampungnya. Teringat sawah yang berjenjang, disana ada anak gembala. Terdengar hatinya membayangkan kampung halaman, keindahan balai desa, memandang daun ubi kayu yang menjulai hijau dan subur. Surut hati May, dia hendak ingin menemui mandehnya. Menemani mandeh hidup.  
Besok pagi setelah semalam ia berpikir jernih,memang nampaknya kota padang harus ditinggalkan.ia kembali kekampung, melupakan cita-citanya sukses diperantauan. Kembali kekampung.
Wajah May sengit memandang matahari yang begitu panas. Kepalanya menghadap memandangi oto yang berlalu lalang. Disinggahi matanya memilih-milih oto tujuan Batusangkar . Dia duduk dikursi paling belakang pojok kanan pada oto YANTI. Oto Yanti gresek-gresek di perjalannan melewati Tabing, Duku, Lubuk Alung, Sicicin, Kayu Tanam, Lembah Anai, setelah itu Padang Panjang dan lanjut ke Batipuah. Disananlah may turun. Tepat di gang rumahnya. Dua menit berjalan dari gang , paling kanan itulah rumah May. Tepat jam 10 pagi. Saat ayam-ayam masih ada yang berkokok dengan nada tidak sabaran didepan rumahnya. May memanggil-manggil mandehnya.
“mandeh.....mandeh....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar