Count visitor

Kamis, 06 September 2012


GulukuTelcayang

Surprise buat SMU1,ada guru baru. IWAPI alias Ikatan Wanita Perumpi di kelas ku beraksi. “Ika, gabung sini! ajak Santi.
“Mo ah!”tolakku.Emang lagi nggak mood.
“Katanya sih,namanya Fahrurrozi, masih jejaka sodara-sodara!”promosi Lina.
Uh! Aku sebel ngedengernya,lagi pusing nih! Mikir gigi lubang, dua lagi. “Dari namanya, sepertinya tergambar seorang sosok pria pengertian, penuh charisma dan kelembutan.” Si Yuni berpuisi.
Tambah cenat-cenut gigiku.
“And badannya mirip tiker.” Celetuk Sarah.
“Hah?” sontak semua kaget.
Tinggi keker githu!” sambil nyelonong pergi takut dicubiti anggota IWAPI.
Bu Ratna keluar dari kelas, saatnya tiba. Dag! Dig! Dug!
“Assalamualaikum.” Serempak kepala kami memandang ke satu arah. Suara cekikikan terdengar samar-samar. Aku saja hamper tergeletak. Astagfirullah, begitu naifnya kami. Pak Fahrurrozi digambarkan tinggi keker plus hansom, di luar dugaan. Tubuhnya pendek plus cadel, nggak bisa bilang ‘R’!
“Yah! Setelah ini kita saksikan humol belsama Lozi!” setiap hari Selasa setelah pelajaran Bu Latna, eh Bu Ratna maksudnya, Joko maju ke depan kelas bak pemandu acara dan seperti dipandu Pak Rozi selalu datang tepat waktu. Spontan teman-teman sekelas ketawa.
Cara mengajarnya sebenarnya cukup enak, wawasannya luas tapi sayang kurangjelas, ditambah lagi kurangnya perhatian dari kita-kita. Beliau sich…terlalu aktif di POC alias Perkumpulan Olang Cadel. Apalagi pelajaran kimia yang banyak menggunakan huruf R. Huss! Hatikecilku marah.
***
“Oh upacara hari senin yang ditunggu akhirnya kau tiba.” Suara Yuni bikin mata anak SMU ONE melotot. “Rasain lo, makanya jangan caper.” Ledek Ifah sambil menjulurkan lidah. Weee!
Mentari seakan riang mempermainkan bocah-bocah yang semangat mengusap peluh. “ Huh! Mbak Tari ini nggak bisa diajak kompromi.” eluh Sarah.
“Mbak Tari?tanyaku bengong.
“Iya! Masa sih nggak kenal mbak mentari!” telunjuk Sarah menunjuk kelangit.
Hi…matahari. Tanganku nyaris melayang ke  arahnya,uups! Upacara.
Sound System tiba-tiba tak berfungsi. Amanat dari kepsek lagi. Masalhnya Pak Jo bagian perawatan sound system menghilang entah kemana. Matahari semakin meninggi lagi. Uhhh! Hampir semua murid duduk di tanah nggak beraturan. Security OSIS tampapk kebingungan. Sedangkan IWAPI? Ngerumpi donk!
“Suala pelcobaan, one, two, thlee, foul.” Ooops! Dengungan suara anak-anak tiba-tiba terhenti, semua tetrcengang. Suara siapa tadi seakan mengguyurkan air segar di padang pasir.
“Suala pelcobaan, one, two, thlee, foul.” Yaa! Aku kenal suara itu, semuapun tahu. Pak Lozi!
Upacara berakhir, tapi kekaguman pada Pak Lozi masih melekat. Perlu diketahui sodara-sodara. Sound system sekolah, terkenal bandelnya minta ampun. Nurutnya cuma sama  Pak Jo. Only! Pernah Pak Juminto ngutak-ngatik eh malah kebakar. Habis riwayat, ganti rugi bo!

Kelasku bersorak ketika Tika sang ketua membawa kabar gembira. Bu Lusi sakit dan absen ngajar. “Assalamualaikum.” Sejenak wajah kami pias. Hah? Pak Lozi gantiin Bu Lusi ngajar English. Alamaaak. Kebahagiaan yang kami rasakan sejenak terenggut.
Kami kembali takjub. Perfect! Ngenglish banget logatnya. Lain dengan Bu Lusi yang lengket dengan medok jawanya. Kali ini suasana tampak beda, biasanya dimana ada Pak Lozi disana pasti ada tawa. 3A terlihat lengang hanyut dengan kepiawaian Pak Lozi berbahasa.
***
Akhir masuk kelas bagi kelas tiga! Dipenghujung pelajaran Pak Lozi hadir, menggantikan Bu Lina yang lagi cuti sibuk dengan bayi kecilnya.
“Anak-anak telsayang…”
Tak ada suara gemuruh, kupandangi satu-satu wajah teman-teman semua menatap lurus kea rah Pak Lozi.
“Cita-cita bukanlah sebatas SMA. Pelnikahan pun belum bisa dikatakan akhil cita-cita. Kalau cita-cita saya hanya satu, mencapai lidho Allah. Kita halus belbuat sebaik-baiknya pelbuatan di dunia seakan kita akan hidup selamanya, dan kita belibadah pada Allah sekhusyuk-kusyuknya seakan kita akan mati esok.”
Tes! Air mataku jatuh. “ Maafkan Bapak jika kulang jelas dalam menelangkan pelajalan, dan Bapak memang tidak pelnah pake bedak jadi tampak sepelti kilang minyak.”
Rasa bersalah terlihat dari wajah kami, ternyata saat itu Pak Lozi…
“Tapi Bapak yakin Allah hanya melihat dari ketakwaannya, tak lebih, tak kulang.” Semua tertegun. “Mungkin ini telakhil peljumpaan saya dengan kalian anak-anakku telsayang 3A.
Wajah kami penuh tanda Tanya.
“Saya akan melanjutkan ploglam doktolal di Amerika. Sebenalnya saya dosen. Tapi saya sebenalnya memilih mengajal SMU kalena saya teltalik dengan bentuk mulidnya dan semangatnya. Anak-anakku…saya tunggu di masa depan.”
***
Pak Fahrurrozi membawa sejuta hikmah. Terimakasih Pak, kau telah mengajarkan kami arti kehidupan.
“Hoooi!”
Mata kami menatap Sarah, ih pasti usil lagi.
“IWAPI BUBAAAAAAR!” jeritnya. Senyum kami mengembang. Kami akan membuktikan padamu di masa depan, Pak Fahrurrozi, guluku telsayang.
***
Mutia Lailatul Faradillah
 

Minggu, 02 September 2012


Liputan
Sang Mahasiswa Penjual Foto

Berprofesi sebagai seorang tukang foto bukanlah merupakan hal yang asing kita lihat. Namun lain halnya dengan Budi. Budi yang saat itu sedang jualan foto pada acara wisuda III Universitas Andalas tanggal 1 September 2012 mengaku bahwa dia merupakan seorang mahasiswa fakultas ilmu keolahragaan Universitas Negeri Padang.

“Saya jualan foto disetiap ada acara-acara. Ini saya lakukan sebagai usaha sampingan dan juga karena diajak abang,”ungkapnya saat ditemui.

Usaha tersebut sudah cukup lama digelutinya. Setiap satu lembar foto dijual Budi dengan harga sepuluh ribu rupiah. Biasanya foto-foto itu cukup laku dijual. Apabila ada foto yang tidak terjual, Budi akan menjualnya lagi dengan harga yang lebih murah dari semula.

“Foto-foto yang tersisa nanti kami akan jual lagi dan foto pada acara wisuda biasanya kami jual lagi ketika mahasiswa tersebut mengembalikan toga,”tuturnya dengan senyum.


Mutia Lailatul Faradillah