Asumsi
mengenai Pegawai Negeri
Pendidikan
merupakan salah satu tolak ukur dalam penilaian seseorang atau masyarakat
terhadap martabat suatu keluarga yang apabila di dalamnya terdapat seseorang
yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi seperti halnya sarjana. Hal ini
dapat membantu pemerintah dalam mengatasi tingkat pengangguran di Indonesia
dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang dibuat oleh sarjana-sarjana yang
berkompeten. Namun sekarang dari berbagai kalangan, banyak orang tua yang menginginkan
anak-anaknya menjadi orang yang sukses dan bekerja di instansi pemerintahan
layaknya seorang pegawai pemerintahan.
Asumsi
tersebut dikembangkan dari Sejarah Pendidikan di Indonesia pada zaman
penjajahan Belanda yang pada waktu itu terbagi atas pendidikan rendah,
pendidikan menengah, pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi. Tujuan
pendidikan pada masa penjajahan Belanda ini lebih dititikberatkan memenuhi
kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk penjajah dan untuk menyebarluaskan kebudayaan
barat.
Pada zaman Belanda tersebut menjadi
seorang pegawai dalam suatu instansi pemerintahan dianggap telah mendapatkan
jabatan yang lumayan tinggi bagi masyarakat pribumi yang kala itu disebut
kalangan Bumi Putera. Bagi mereka itu lebih baik dari pekerjaan seperti
pedagang, pengusaha dan lain-lainnya. Itu dikarenakan banyaknya pemotongan
pajak oleh pemerintah pada masa penjajahan itu.
Hal inilah yang menjadi kebudayaan
turun temurun yang menganggap menjadi pegawai lebih baik dari pekerjaan
manapun, itu dikarenakan pada saat ini banyak pegawai yang mendapatkan tunjangan-tunjangan
seperti PNS apabila sudah meninggal dapat mewarisi gajinya ke suami atau
istrinya. Jadi mereka menganggap kesejahteraan keluarganya dapat terjamin apabila
menjadi seorang pegawai.
Menjadi Pegawai
Negeri Sipil
ternyata mempunyai banyak larangan dan sanksi yang diatur dalam UU No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang salah satunya
PNS dilarang bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing dan lembaga swadaya
asing. Lalu bagaimana dengan Pengusaha ? Pengusaha memang mempunyai larangan dan sanksi layaknya PNS seperti diatur dalam
UU tentang Tenaga Kerja, tapi apabila dilihat dari penghasilan jauh berbeda. PNS
cenderung dengan gaji yang itu-itu saja dengan kinerja yang itu-itu saja, sedangkan
Pengusaha penghasilan tergantung dengan hasil kerja kerasnya. Jadi
kembali dari sarjana-sarjana tersebut apakah akan mengaplikasikan ilmunya
menjadi pegawai atau membuka lapangan pekerjaan baru ? Tentunya mereka tidak boleh lupa harus tetap memajukan
Bangsa ini.
Fikri Azardy
Fakultas Hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar